Menembus Batas Usia

Senin, 01 Agustus 2022

menembus batas usia


Sebuah pesan masuk dari seseorang teman yang pernah bergabung di sebuah grup tentang kepenulisan, tetapi entah grup yang mana. Yup, saya banyak bergabung dan belajar tentang menulis, baik menulis cerita anak, picture book ataupun cerita pendek. Hingga akhirnya saya cenderung memilih untuk menulis cerita anak ataupun picture book.

Saya merasa lebih mudah menulis cerita anak dibandingkan cerita pendek untuk orang dewasa. Entahlah, apa karena keseharian saya bersama anak-anak yang memudahkan saya untuk menyusun ceritanya.

Sesekali saya masih menulis cerita pendek dan bergabung untuk menulis antologi. Apa tidak ingin memiliki buku solo? Tentu saja saya ingin, tetapi kembali lagi bukan untuk menulis novel. Mungkin saya memilih menulis kumpulan cerita pendek baik cerita dewasa maupun cerita anak-anak. Mengapa? Karena menulis novel ibarat lari maraton, panjang dan perjuangannya wow banget. Saya belum sanggup untuk melakukannya.

Di Ujung Penantian

Di Ujung Penantian adalah kumpulan cerita pendek berdasarkan kisah nyata. Mbak Puspa adalah koorinatornya. Ini adalah kali pertama saya bekerja sama dengan beliau. Tidak tergabung di komunitas apapun. Beliau adalah penanggung jawab hingga bukunya terbit. Tidak ada batasan jumlah minimal buku yang harus dibeli. Umumnya ini adalah persyaratan yang ditetapkan jika ingin menulis buku antologi yang diterbitkan di penerbit Indie.

Di lain waktu saya akan membahas aneka macam penerbit ya. Ada kelebihan dan kekurangannya untuk masing-masing penerbit. Buku DI Ujung Pennatian diterbitkan di penerbit indie, yaitu CV. Jejak.


Naskahku

Naskah yang saya kirim berjudul Menembus Batas Usia, yang berkisah bagaimana seorang wanita yang menyiapkan masa tuanya dan ingin tetap berkarya walaupun sudah purna tugas. Berikut karya saya dalam antologi Di Ujung Penantian :


Di teras rumah yang asri itu, tampak seorang wanita paruh baya yang sedang duduk. Dia tenggelam dalam buku yang sedang dibacanya, sehingga tidak memperhatikan siapa saja yang berlalu-lalang melintas depan rumahnya. Pandangannya teralihkan dari buku setelah pintu pagar terbuka dan terucap salam dari putri bungsunya yang pulang dari sekolah.

Wanita yang akrab dipanggil Mira atau Bu Yoga, karena suaminya bernama Yoga Prabowo, saat ini sedang mengambil cuti tahunan. Kali ini dia mendapatkan jatah cuti satu bulan. Ini adalah hari kedua dia cuti. Biasanya dia berangkat kerja pukul 06.30 dan baru pulang menjelang azan Magrib. Dia bersyukur tempat kerjanya tidak terlalu jauh dari rumah, sehingga tidak menghabiskan waktu di jalan.

"Assalamualaikum," sapa Ajeng, putrinya yang baru pulang sekolah.

"Wa'alaikumussalam," jawabnya dengan senyuman khas yang menampakkan lesung pipit di kedua pipi. Kedatangan Ajeng menghentikan kegiatannya membaca buku.

Kemudian ia mempersilakan putrinya untuk membersihkan diri dan makan siang yang telah disiapkan sejak tadi. Dia berjalan di belakang putrinya dan meletakkan buku di meja ruang keluarga.

Tidak lama terdengar suara piring yang beradu dengan sendok dan suara yang saling bersahutan antara ibu dan anak. Rupanya mereka berdua sedang asyik bercerita. Terutama putrinya, menceritakan apa saja yang dialaminya di sekolah. Kegiatan yang jarang ditemui jika tidak hari libur. Sehari-hari Ajeng makan siang yang sudah disiapkan ibunya sebelum berangkat kerja, sendiri. Kakaknya, Rama baru datang menjelang sore, kemudian disusul ibu dan bapaknya.

Setelah menemani putrinya makan siang, wanita itu menuju ruang keluarga dan mengambil laptop. Dia pun tenggelam dalam keasyikan mengetik. Sejak beberapa waktu lalu, Mira kembali menekuni hobi lamanya yang terlupakan karena sibuk. Mungkin bukan terlupakan, tetapi sengaja untuk dilupakan.

Mira baru menyadari bahwa dengan melakukan hobi, dapat menjadi sarana menghibur diri di tengah kesibukan beraktivitas atau hiburan di tengah permasalahan hidup yang dihadapi. Sehingga dia kembali menekuni hobinya. Bagi Mira, menulis dapat menjadi sarana untuk melepaskan penat di dada dan pikiran.

Mira pun mulai mengikuti kelas menulis. Tujuannya bukan untuk menjadi penulis terkenal, tetapi hanya ingin mengasah kemampuannya menulis. Agar tulisannya tidak hanya ada di diary saja, tetapi juga bisa dinikmati orang lain. Dia pun semakin ketagihan menulis sejak karyanya mendapat sambutan baik dari beberapa teman.

Bak gayung bersambut, di saat dia ingin menekuni hobinya lagi, beberapa informasi tentang kelas menulis beredar di beranda sosial medianya. Saat ini, informasi kelas menulis banyak tersedia di sosial media. Kelas pun tidak hanya berlangsung secara luring, tetapi juga berlangsung secara daring. Tentunya hal ini memudahkan bagi Mira yang masih bekerja, dimana dia mempunyai waktu yang terbatas untuk mengikuti pelatihan.



________


“Bu, saat pensiun nanti, kita pindah ke desa, yuk!” ajak Yoga, suaminya.

“Kenapa, Pak? Apa tinggal di rumah ini tidak nyaman saat kita pensiun nanti?” tanya Mira.

“Bapak, belum tahu mau ngapain setelah pensiun. Kalau di desa, ‘kan kita bisa beternak ayam atau bertani,” jawab suaminya.

“Bapak yakin mau kembali ke desa? Kita sudah terbiasa tinggal di kota dengan segala fasilitasnya. Kalau ibu, terserah, sih mau tinggal dimana. Bisa menyesuaikan, sih,” jawab Mira.

“Ibu juga sudah tahu saat pensiun mau seperti apa” lanjut Mira, disambut wajah suaminya yang mempertanyakan maksud Mira.

“Maksudnya? Mau momong cucu?” tanya Yoga.

“Ada yang lain selain momong cucu, Pak. Kita tetap bisa produktif, ‘kan, walaupun sudah pensiun?” tutur Mira.

“Aku mau tetap menulis dan menghasilkan karya yang bisa dinikmati banyak orang dan itu bisa dilakukan di sini maupun di desa, jika Bapak menginginkan kita pindah ke desa,” lanjut Mira.

“Aku juga masih ingin produktif, Bu. Pensiun bukan menjadi halangan untuk tetap berkarya, tetapi Aku juga masih bingung, apa yang akan Aku lakukan nanti saat pensiun,” ujar Yoga.

“Lakukan apa yang membuat Bapak nyaman, sehingga Bapak tetap bisa menikmati masa tua nanti,” ujar Mira.

“Aku hanya tidak ingin masa tua nanti, sakit-sakitan karena stres tidak tahu apa yang harus dikerjakan,” jawab Yoga.

Perbincangan sore itu tentang menghabiskan masa tua membuat kedua orang tua yang beberapa tahun lagi akan memasuki usia pensiun memikirkan kembali apa yang harus dilakukan nanti saat sudah pensiun. Saat ini usia pensiun adalah 58 tahun sesuai peraturan pemerintah. Itu berarti tidak lebih dari sepuluh tahun lagi mereka berdua akan memasuki usia pensiun.

Apakah jika pensiun berarti kita sudah tidak produktif lagi? Mungkin itu pertanyaan yang kerap menghinggapi para calon pensiunan, termasuk Yoga dan Mira. Namun, Mira sudah menemukan aktivitas yang membuatnya tetap produktif di saat pensiun, yaitu menulis. Menurut Mira, karyanya akan tetap dapat dinikmati sampai kapan pun, hingga menembus batas usia.

Harapan Mira, Yoga suaminya juga dapat menemukan aktivitas yang membuatnya menikmati usia pensiun dan tetap produktif.



8 komentar

  1. Aku kepikiran kaya gitu mba. Saat tua nanti aku masih bisa produktif dengan menulis. Setidaknya bisa berbagi pengetahuan yang bisa jadi amal jariyah kita ketika sudah ga ada di dunia.
    Ya Allah.. mimpiku terlalu tinggi yaaaa.. wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. ga ada mimpi yang terlalu tinggi sih, tinggal kita berani ga mewujudkannya

      Hapus
  2. Semoga di hari tua kelak masih ns mmbrikan byk manfaat, minimal tidak menyusahakan anak anak

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin betul kak, memutuskan mata rantai generasi sandiwch

      Hapus
  3. Bagiku, cerita yang ada tentang buku aku suka banget

    BalasHapus
  4. mudah-mudahan kita semua bisa memanfaatkan hari tua dengan kegiatan yang menyenangkan dan membuat kita happy yaa

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel hingga akhir. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup.
Kritik dan saran membangun sangat dinanti.

Terima kasih