Arancini Dalam Maya Jangan Terputus Nyata Jangan Terserak

Jumat, 27 Mei 2022

Sebuah surat elektronik dari komunitas perempuan yang saya ikuti beberapa tahun terakhir berisi ajakan untuk membuat antologi. Kisah wanita di era digital adalah tema yang akan disusung dalam antologi kali ini.

Proyek antologi kali ini, bukanlah proyek pertama Kelas Literasi Ibu Profesional atau yang akrab disebut KLIP. Komunitas menulis yang beranggotakan perempuan dari banyak daerah di Indonesia, termasuk beberapa perempuan yang sedang berada di luar Indonesia.

Tak menunggu lama saya pun memutuskan untuk bergabung dalam grup WAG yang disarankan. Bergabung bersama para penulis kece membuat saya sedikit minder, ah tapi kapan lagi saya bisa belajar bersama para mastah. 

Dalam grup tersebut ada kak Rijo, penulis yang sudah melahirkan banyak buku solo. Kak Wika, yang dulunya adalah editor di ElexMedia, dan masih banyak lagi penulis kece badai. Bismillah mengosongkan gelas belajar bersama mereka.


maya jangan terputus nyata jangan terserak


Persiapan Menulis Antologi

Sebelum memulai menulis, kami dibekali dua kelas persiapan, yaitu Serba-Serbi Menulis Cerpen yang diampu kak Rijo Tobing dan kelas kedua tentang PUEBI yang diampu oleh kak Satwika H, yang akrab diapnggil kak Wika. Beberapa contoh diberikan selama pembekalan, termasuk cerita pendek karya kak Rijo, wah plot twistnya keren deh.

Mantap kan, sebelum menulis cerita dibekali dulu, sehingga penulis yang berkontribusi sudah mempunyai panduan. Selanjutnya naskah yang terkirim akan diedit oleh beliau berdua. 


arancini


Naskahku

Naskah yang saya kirim berjudul "Arancini". Sebuah cerita sederhana, berdasarkan kehidupan sehari-hari. Naskah saya termasuk dalam salah satu cerita abtologi yang berjudul Maya Jangan Terputus Nyata Jangan Terserak. Berikut ceritanya :

        “Ma, buatkan nasi kepal dong, please,” pinta Aya, anak bungsuku.

        “Nasi kepal itu seperti apa ya, Dik?” tanyaku.

        “Itu lo, Ma, yang bentuknya bulat-bulat seperti risoles,” lanjut Aya.

        “Pernah dikasih Tante Lisa, sewaktu kita main ke rumahnya,” imbuh Aya, saat melihatku berpikir keras, mencoba memahami permintaannya.

        "Oke, Mama coba cari dulu resepnya ya," jawabku yang kemudian disambut senyum ceria Aya.

        "Terima kasih, Mama," ujarnya seraya mencium dan memelukku.

Aya, anak gadisku yang berusia tujuh tahun suka mencoba makanan baru, baik makanan ringan atau menu utama. Apalagi jika dia terlibat dalam proses memasaknya, semakin lahap dia menyantapnya. Hal ini tentu saja berbeda dengan kakaknya, Bayu. Dia agak susah makan, agak pemilih, kerap disebut picky eater, mirip bapaknya. 

Unik ya, anak pertama mirip bapaknya, tinggi kurus. Walaupun sebenarnya porsi makannya juga banyak, asal cocok menunya. Sedangkan anak kedua mirip seperti aku, pemakan segala asal tidak pedas.

Namun, keduanya sama-sama suka mencoba menu baru. Tantangan buatku untuk selalu berkreasi menu harian. Untung saja di era digital seperti ini, banyak aplikasi yang menyediakan resep masakan, termasuk resep yang beredar di media sosial. Resep jitu bagiku yang kurang kreatif, juru penyelamat saat aku mati gaya.

Dulunya masakan yang kusajikan hanya itu-itu saja, tidak beralih dari sop,  ayam goreng setiap minggunya, menu lainnya beli di warung dekat rumah. Resep masakan yang bisa kumasak tidak lebih dari hitungan sepuluh jari.

Ternyata urusan perut ini berpengaruh banyak pada keluarga kami yang masih baru menapaki kehidupan rumah tangga, sehingga mau tidak mau aku harus berubah. Belajar memasak dengan menu yang bervariasi merupakan solusi. Saat itu targetnya hanya menyediakan menu untuk seminggu saja. Kemudian berlanjut menjadi menu sepuluh hari.

Resepnya kuperoleh dari buku, belum banyak media sosial yang menyediakan resep masakan seperti saat ini. Kadang satu resep menu, ada beberapa cara memasak dan varian menunya. Tantangan lagi nih untuk mencari resep yang sesuai dengan lidah keluarga kami.

Suamiku adalah konsumen setia sekaligus komentator hasil masakanku. Aku tidak tersinggung jika dia memberi komentar tentang hasil masakanku, toh semua yang kumasak pasti dilahapnya habis, apapun hasilnya, entah gosong, kadang keasinan.

Kali ini putri bungsuku, Aya, memintaku untuk membuat nasi kepal. Dia tahu jika aku tidak mungkin menolak permintaannya. Baiklah demi memenuhi permintaannya, segera kuhubungi adikku, Lisa untuk menanyakan resepnya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk menemukan nomer teleponnya di daftar nama telepon pintarku.

“Assalammu’alaikum, ada di mana?” tanyaku membuka percakapan.

“Wa’alaikumsalam, sudah sampai rumah kok. Ada apa, Kak?” Lisa balik bertanya.

“Syukurlah sudah sampai rumah. Mau tanya resep nasi kepal. Aya ingin dibuatkan nih,” jawabku.

“Maaf kak, Aku enggak tahu resepnya. Hehehe, sejak kapan Aku suka bebikinan kue atau kudapan. Kalau ingin makan sesuatu, beli aja, kan saat ini banyak bakery. Kalau malas keluar ya tinggal gerakkan jari aja, mencari pilihan yang tersedia di aplikasi daring, pilih, bayar melalui transfer, duduk manis saja di rumah menunggu makanan datang,” ujar adikku.

“Hmmm, kelakuan deh. Kukira kamu tahu, enggak biasanya kamu membuat kudapan sendiri. Ternyata, beli di di bakery. Apa sih nama makanan yang dimaksud Aya itu? Apa betul namanya nasi kepal? Nanti ku coba cari deh resepnya,” lanjutku.

“Kalau di bakery dekat kantor sih namanya Arancini, kata petugasnya itu makanan khas Italia. Kalau temanku bilang sih nasi kepal. Rasanya yang gurih dan bagian luar crunchy, yang membuat Aya suka. Dia pasti suka rasa gurih dan isinya, campuran sosis, keju, ayam dan jagung manis,” tutur Lisa

“Iya juga sih, tahu aja kamu makanan kesukaan Aya. Tapi kalau beli kan mahal, Sa. Bisa jebol kantong kakakmu ini. Kalau buat sendiri, bisa lebih hemat,” ujarku mencari pembenaran untuk membuat sendiri.

“Iya, tapi aku nyerah kalau diminta buat sendiri, sering gagalnya, walaupun banyak resep yang beredar di sosial media. Nanti kalau sudah jadi, kasih tahu ya, aku mampir deh ke rumah kakak,” ujarnya dengan tertawa renyah khas Lisa.

“Jadi kalau ke sini, kalau ada makanan aja?” sungutku.

“Hahaha, ya enggak la, Kak. Bercanda,” ujarnya dan tertawa terbahak.

“Iya, ya paham la. Terima kasih ya, berselancar dulu ke dunia maya mencari resepnya. Assalammu’alaikum” ujarku mengakhiri percakapan.

“Wa’alaikumsalam” jawab Lisa.

Nama kami berdua, jika digabungkan jadi Monalisa lho, nama lukisan populer di dunia, karya Leonardo Da Vinci, yang di pajang di museum Louvre Paris sejak 1797. Namaku Mona dan adikku diberi nama Lisa.

Menurut almarhum ibu, supaya namanya mudah diingat. Selain itu, semoga ibu atau anak keturunannya bisa ke Paris suatu saat nanti, melihat lukisan Monalisa yang terkenal. Dan nama adalah doa. Menarik ya cara beliau untuk mewujudkan cita-citanya.

Jemariku langsung berselancar menuju mesin pencari untuk mencari menu yang diinginkan Aya di telepon pintarku. Kupikir Lisa tahu resep Arancini, ternyata dia tidak tahu resepnya. Mesin pencari merupakan salah satu penolongku untuk mencari tahu hal-hal yany tidak kuketahui.

Kata kunci yang kugunakan adalah Arancini atau nasi kepal. Cukup cepat mesin pencari ini bekerja. Tak berapa lama muncullah beberapa resep Arancini dari berbagai website dan blog tentang resep makanan. Ada juga website yang mempunyai aplikasi dan dapat diunduh melalui playstore.

Ternyata banyak variasi resepnya, dari mulai bahan sederhana hingga bahan yang rumit. Begitu juga cara memasaknya yang tergantung dari bahan yang digunakan. Setelah membaca beberapa resep dan mempertimbangkan budgetnya, aku memilih dua resep yang akan kucoba.

Aku berencana membuatnya hari minggu, sebagai hadiah setelah kami membersihkan rumah. Kegiatan rutin yang kami lakukan setiap akhir bulan, yaitu membersihkan dan merapikan rumah, termasuk membersihkan lemari es, mencabut rumput di halaman depan dan samping rumah, karena rumah kami terletak di ujung jalan.

Kalau ini berhasil, nanti buat videonya ah, untuk menambah content YouTube, pikirku.

Hobi yang akhir-akhir ini kulakukan adalah membuat content di YouTube atau Instagram tentang cara memasak atau menyajikan hidangan yang lezat bagi keluarga. Walaupun di luar sana banyak bertebaran resep sejenis, Aku tetap melakukannya dengan caraku sendiri. Terkait rasa masakan, yang penting bagiku, suami dan anak-anak enak, sudah cukup, karena aku tidak mungkin menyenangkan hati semua orang.

ilustrasi Arancini


---

Sinar mentari menerobos masuk melalui jendela dapur, pertanda matahari akan masuk ke peraduannya. Hangatnya sinar matahari mulai menghangatkan punggungku yang membelakanginya. Sudut favoritku di rumah memang selalu hangat saat menjelang senja. Sudut tempat aku melepas lelah setelah memasak atau setelah melakukan aktivitas lain. Aku menyukainya karena aku dapat melihat tanaman di taman samping rumah dan mengamati orang yang lalu lalang. Pagar rumah yang tidak terlalu tinggi dan agak renggang membuatku bebas mengamati jalan samping rumah.

Dapurku terletak di bagian belakang samping rumah, jendelanya yang lebar membuat sinar matahari senja bebas masuk menghangatkan dapur. Ruang makan menyatu dengan dapur, hanya dibatasi meja dapur. Suamiku juga menempatkan dua kursi tinggi di sana. Sinar matahari menembus hingga ke ruang makan yang terdiri dari empat kursi dan meja makan. Tidak terlalu besar, tetapi cukup menampung kami berempat untuk menyantap hidangan yang disajikan.

Sore ini, kududuk sejenak melepas lelah setelah seharian membersihkan rumah. Kebetulan suami sedang dinas luar kota sehingga hanya aku dan anak-anak yang melakukannya. Kami membersihkan kamar masing-masing, merapikan lemari pakaian. Aku membersihkan lemari pendingin dan dapur, anak-anak merapikan rak buku. Bergantian kami membongkar sprei dan menggantinya dengan yang baru.

“Ma, capek, lapar juga,” ujar Bayu saat memasuki dapur.

“Kamarku sudah bersih, buku-buku juga sudah rapi, sampahnya juga sudah dibuang,” lanjutnya. Bayu, anak sulungku yang sudah SMP masih mau dimintai tolong membantu mamanya.

“Aku juga lapar, Ma,” tutur Aya, yang berjalan di belakang Bayu.

“Kamarku juga sudah bersih, Ma” lanjut Aya.

“Keren deh anak-anak Mama, terima kasih ya. Mama sudah buatkan camilan kok siang tadi, tinggal goreng saja. Tunggu ya,” jawabku sambil mencium mereka satu per satu.

“Hmm, baunya kecut,” tuturku sambil menutup hidung.

“Mandi dulu ya, sudah sore juga,” lanjutku.

“Ok Ma, lanjut makan ya, lapar, Ma,” jawab Aya dengan wajah memohon.

“Iya sayang, setelah Aya mandi, camilannya sudah siap di meja makan,” lanjutku.

Mereka berdua pun segera beranjak untuk mandi, membersihkan diri setelah beraktivitas seharian.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk menggoreng kudapan permintaan Aya beberapa waktu lalu, Arancini. Kudapan yang mengenyangkan, karena terbuat dari nasi, keju, jagung dan wortel.

Semoga rasanya sesuai dengan permintaan Aya,  batinku.

Kudapan yang ditemani dengan susu coklat kesukaan anak-anak pas sebagai hadiah setelah mereka merapikan kamar dan membantuku membersihkan rumah. Tak lama, aku pun menyusul anak-anak untuk membersihkan diri.

 ---

         “Terima kasih ya, Ma. Rasanya mirip dengan nasi kepal yang disuguhkan tante Lisa,” ujar Aya.

“Gurih dan krispi, Ma” imbuh Bayu.

“Aya suka isinya, Ma. Ada keju, jagung dan wortel. Ada daging ayamnya juga ya, Ma?” tanya Aya.

“Susu coklatnya juga pas nih, Ma,” lanjut Bayu.

Mereka berdua bersahutan mengomentari kudapan dan minuman yang kusediakan.

“Lolos uji enggak nih?” tanyaku pada mereka berdua.

“Kalau Aku, sih lolos, Ma,” jawab Aya.

“Aku juga lolos kok, Ma,” lanjut Bayu.

“Tinggal pendapat papa yang belum, biasanya komentar papa detail” tutur Bayu.

“Kapan Papa pulang, Ma?” tanya Aya.

“Kalau enggak salah minggu depan, kemarin dan hari ini ada tamu dari kantor pusat yang berkunjung, makanya Papa enggak jadi pulang hari ini,” jawabku.

Anak-anak sudah kangen papanya yang sudah dua minggu bertugas untuk audit ke kantor cabang di Kalimantan.       

“Minggu depan kalau papa pulang, Mama buat nasi kepal lagi dong,” pinta Bayu.

“Menurut kalian bagaimana? Bosan enggak kalau buat lagi,” tanyaku balik.

“Enggak dong, enak kok, Ma. Papa kan belum mencicipinya,” jawab Bayu.

“Kalau menurut papa ok, berarti lanjut buat video ya, Ma?” tanya Aya.

“Iya seperti biasanya, kalau kalian semua sudah cocok rasanya. Mama akan buat video kemudian unggah ke YouTube,” jawabku.

“Nanti kalian bantu buat videonya ya,” pintaku.

“Mama juga belajar hal baru lagi untuk edit video agar hasilnya lebih bagus. Hasil belajar dari YouTube juga” lanjutku.

Tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan rumah.

“Siapa itu?” tanyaku sambil melongok ke arah pintu depan.

Tak lama mobil itu berhenti di depan rumah, kemudian melaju kembali. Kami bertiga pun mengabaikannya, karena kami pikir tetangga depan rumah.

“Assalamualaikum,” terdengar suara papa memasuki ruang tamu.

“Papa,” teriak anak-anak menyambut papanya.

“O, mobil yang berhenti tadi ternyata mengantar Papa,  kukira orang lain,” tutur Aya, memeluk papanya.

“Kok enggak minta dijemput, Pa?” tanyaku.

“Kan ada ojek online, Ma. Tinggal pilih mau menggunakan yang mana, pesan dan diantar sampai ke tempat tujuan. Mama juga tidak capek jemput kan?” jawabnya singkat. Aku pun tersenyum menanggapinya.

Seperti biasa, dia tidak mau merepotkan istrinya. Ternyata kabar semalam yang menginformasikan bahwa dia baru pulang minggu depan, hanya sandiwara. Dia ingin memberi kejutan padaku dan anak-anak, ujarku dalam hati.

 Kukecup pipinya dan memeluknya. Merindukan kehadirannya dua minggu ini. Walaupun sudah dimudahkan dengan adanya teknologi  sehingga kami tetap dapat berkomunikasi melalui video call ataupun telepon, tetap saja kumerindukan kehadirannya secara fisik.

ilustrasi arancini


Kesan 

Konsep buku antologi ini keren banget, karena dilengkapi dengan teknologi Augmented Reality (AR) dan ada original soundtracknya. Judul lagunya "Cerita Kita", pas banget dengan isi cerita dalam kisahnya. 

Bangga dan sekaligus senang bisa bekerja sama dengan penulis hebat. Proses penyusunannya pun meninggalkan banyak pengalaman bagi saya. Menjadi penulis tidak hanya menulis, sekaligus juga memasarkan bukunya. Jika bukan penulis yang memasarkannya, mau siapa lagi yang memasarkannya. Buku bagi penulis ibarat bayi yang dilahirkannya. Yuk, bangga dengan karya sendiri.




16 komentar

  1. Ah ceritanya keluarga sekali mbak jadi terharu. Nggak kebayang sih gimana rasanya menikmati buku berteknologi AR pasti serasa langsung diimajinasikan

    BalasHapus
  2. Dari kecil saya suka baca fiksi cerpen, cerbung, novel. Salah satunya karena saya bisa belajar sesuatu tanpa terpaksa dan hal yang dipelajari tidak direncanakan mau belajar apa. Dulu waktu kecil saya dan adik pernah dikunci nggak boleh masuk rumah oleh ibu karena nggak mau tidur siang.

    Lalu saya coba buka pintu dari luar pakai bantuan daun mangga, dapat trik dari salah satu novel yang saya baca. Dan berhasil, sorenya waktu ayah saya pulang saya dengar ibu dan ayah gosipin tingkah saya siang tadi. Kayanya antara kagum dan khawatir dengan skill baru saya hehe.

    Di cerpen Arancini ini saya belajar kuliner baru yang sepertinya enak banget dan sebelumnya saya sama sekali nggak kenal. Saya juga belajar cara berkomunikasi dengan anak kecil, hal yang sangat sulit bagi saya.

    Terus berkarya mbak, tulisannya bagus.

    BalasHapus
  3. Artikelnya menarik & sangat lengkap, memaparkan isi buku yg akhirnya jadi mudah utk dicerna.. saran saya sisipkan link penjualan buku tersebut untuk mempermudah para pembaca mendapatkan produknya.. trims

    BalasHapus
  4. Aku yang baca jadi penasaran gimana rasanya si arancini ini, kok digemari anak kecil hehe. Btw, ini udah beneran tayang di YouTube mbak? Penasaran resepnya hihi

    BalasHapus
  5. Wah buku antologi nih. Boleh tahu apa yg membuat kk suka menulis buku antologi semacam ini?

    BalasHapus
  6. Sebagai penulis novel fiksi, saya belum pernah join antologi. Namun, menulis cerpen tuh sungguhlah refreshing dari segala kekusutan akan ide setiap berproses menyelesaikan draft pertama novel saya.

    Semangat berkarya terus Kak.

    BalasHapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  8. Pingin sih menulis cerpen tapi sepertinya tidak semudah yang saya kira, perlu banyak belajar sih memang

    BalasHapus
  9. Keren kk.

    Tbh saya suka baca buku, termasuk antologi. Tapi kalau ikutan nulis, cukup sekali aja 😁

    BalasHapus
  10. Selamat dan sukses buat bukunya, Mbak. Saya baru tahu nasi kepal juga ada di Italia. Kirain adanya di Asia Timur aja. Hehehe.

    BalasHapus
  11. Wah, jadi inget pernab ikutan Antologi, jadi kangennn. Kerenn Bnged ini Antologinya udah Augmented Reality 😍😍😍

    BalasHapus
  12. Barakallahu fiik, kak Dy..
    Salut banget dengan semua kontributor buku antologi kebanggan KLIP "Maya Jangan Terputus Nyata Jangan Terserak"

    Semua dilakukan dengan bahagia dan bersama dari mulai kelas persiapan sampai beneran jadi bukunya yang asik banget dinikmati oleh pembaca masa kini dengan ilustrasi AR dan OST setiap ceritanya.

    Kereen...keren, kak Dy..
    Sukses terus yaa..kak.

    BalasHapus
  13. Wah....seru banget bisa buat antologi dengan teman-teman satu komunitas. Menulis cerpen bukan hanya proses kreatif tapi juga cara untuk menyampaikan pesan pada orang lain. Semangat dan terus berkarya, Kak!

    BalasHapus
  14. Mbak, ini konsep bukunya keren banget. Jadi, ada audio book'a gitu ya? Kalau mau baca, tonton, atau dengar bisa dimana??

    BalasHapus
    Balasan
    1. audio booknya belum ada kak, tetapi saat membaca bisa menggunakan aplikasi AR, disana pembaca diajak seolah-olah masuk ke dalam cerita
      bukunya masih ada stok kok jika berminat, bisa saya hubungkan dengan penjualnya

      Hapus
  15. Keren sih bisa nulis yang alur ceritanya itu dari kehidupan sendiri. Sukses ya mba buat naskahnya. dan ditunggu tanggal terbitnya :)

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel hingga akhir. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup.
Kritik dan saran membangun sangat dinanti.

Terima kasih