Kisah Perempuan Dalam Ketika Saatnya

Senin, 19 Juni 2023

 

kisah perempuan


Kisah perempuan dalam buku Ketika Saatnya karya Darmawati Majid ini cukup menarik perhatian saya. Sosok penulis yang saya ketahui saat penutupan program rekruitmen ODOP batch 10 ini berhasil mencuri perhatian saya. Buku besutannya ini merupakan buku yang dibahas dalam program yang berlangsung secara daring menggunakan aplikasi berwarna biru. Sebuah aplikasi yang populer semenjak pandemi.

Entahlah sejak membaca buku Beri Aku Cerita yang Tak Biasa, salah satu karya yang dihasilkan salah satu komunitas perempuan sekaligus komunitas menulis yang terbesar di indonesia, IIDN. Sejak saat itu saya penasaran dengan ragam budaya Indonesia.

Buku Ketika Saatnya ini saya pinjam di Ipunas, lo. Sebuah aplikasi yang menyediakan ratusan bahkan ribuan buku bacaan baik fiksi maupun non fiksi dengan bentuk digital. Walaupun koleksinya banyak, kita dapat meminjam tanpa harus membayar satu rupiah pun, lo. Dengan catatan sabar ya. Jika bukunya bagus, Sobat Dy harus sabar mengambil antrian untuk dapat membacanya.


Spesifikasi Buku

Judul : Ketika Saatnya dan kisah-kisah lainnya

Penulis : Darmawati Majid

Penerbit : PT. Gramedia, Jakarta

Cetakan : Pertama, April 2019

Tebal buku : vi + 143 halaman

ISBN : 978-602-481-139-6

ISBN : 978-602-48-1140-2 (PDF)


Mengenal Penulis

Darmawati Majid merupakan seorang wanita kelahiran Bone. Penulis ini juga aktif menulis di platform elektronik. Selain itu, beliau juga masih aktif dinas sebagai peneliti bahasa di Kantor Bahasa Gorontalo.

Darmawati termasuk perempuan yang beruntung karena dapat mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi, karena di kampung halamannya banyak perempuan yang tidak diperbolehkan sekolah. Karya-karyanya lahir dari pertanyaan-pertanyaannya di masa kecil yang dijawabnya melalui karya tulis.

ketika saatnya


Sinopsis Buku

Di dalam buku ini terdiri dari 13 cerita pendek yang menceritakan tentang perempuan yang terbelenggu budaya patriarki. Ketika Saatnya merupakan salah satu judul cerita pendek yang ada dalam buku ini.

Cerita pembuka dengan judul yang mencuri perhatian saya karena judulnya yang panjang, "Tentang Hal yang Membawamu ke Sebuah Warung Coto Makasar di Pinggirann Kota pada Suatu Hari Sekitar Pukul 10 Pagi". Belum pernah saya menemui judul cerita sepanjang ini.

Judul tersebut menggambarkan mengapa orang Makasar senang menyantap coto yang merupakan makanan khas daerah tersebut pada pukul 10 pagi. Di saat itu pula seorang wanita memergoki suaminya yang sedang berduaan dengan wanita lain di warung Coto. Wanita tersebut tidak menghampiri suaminya yanh sedang bercengkrama bak sepasang kekasih dengan wanita lain yang tidak dikenalnya. Dia memilih pulang dan menanti suaminya yang telah berselingkuh itu pulang.

Lain lagi cerita dengan judul Kiriman Dari Inggris. Cerita tentang seorang wanita yang telah lama menikah, tetapi tidak mencintai suaminya, walaupun suaminya sangat mencintainya. Walaupun dia mempertanyakan, ia tetap melakukannya. Hukum alam bagi seorang wanita adalah lahir, tumbuh, dan besar, kemudian berbakti pada laki-laki yang bisa menafkahinya.

Cerita lain tentang cinta yang harus dikalahkan oleh adat, dimana status sosial dan derajat tak pernah luput diperhitungkan. Sepasang kekasih yang harus berpisah hanya karena memenuhi adat, menutup aib keluarga. Ceritanya ditulis dengan apik. Andi Ida dan Anto yang diceritakan dengan dua versi yang berbeda ditulis dalam dua cerita pendek.

Saya akhirnya mengetahui beberapa istilah dalam adat Bugis, seperti Nasu likku, yaitu ayam masak lengkuas. Menu yang wajib disajikan saat acara sakral dalam adat Bugis. Passampo siri' yang mempunyai arti penutup aib keluarga. Dan masih banyak lagi, bahasa atau istilah yang kerap digunakan adat Bugus ada dalam setiap cerita.

Saya jadi lebih mengenal adat Bugis, termasuk budaya, bahasa dan adat istiadat. Pantai Losari yang indah dan kokohnya kapal pinisi, keduanya merupakan latar dua cerita pendek yang apik. Pembaca diajak menyelami cerita dan saya pun terbawa alur yang dibuat penulis.

Saya suka dengan buku, bahasa yang digunakan pun mudah dipahami, walaupun diselipi dialog atau narasi yang menggunakan bahasa Makasar. Namun, ada penjelasan terkait bahasa Makasar yang terdapat dalam setiap akhir cerita yang disajikan.


Kelebihan dan Kekurangan

Ibarat pepatah tak ada gading yang tak retak. Tidak ada sesuatu hal yang sempurna di dunia ini. Walaupun saya menyukai buku ini dan larut dalam ceritanya, sampai ada yang nangis, buku ini juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Namun, tidak banyak kekurangan yang saya tangkap. Mungkin lebih baik jika penjelasan arti kata diletakkan di halaman yang sama di bagian bawah (seperti foot note), saat bahasa daerah tersebut digunakan dalam cerita. Bukan di bagian akhir cerita pendek.

Kelebihannya, buku ini dicetak juga dalam bentuk PDF sehingga bisa dinikmati pembaca yang tidak ingin membeli buku fisiknya. Salah satunya saya nih, saya pinjam di Ipunas. Pembaca juga dapat membelinya di toko buku, lo, baik dilakukan secara online maupun offline. 

Buku ini banyak dijual di marketplace juga. Jumlah halamannya tidak terlalu tebal, sehingga dapat diselesaikan dalam kurun waktu tidak lama. Selain itu, penulis juga dapat mengajak pembaca seolah-olah merasakan apa yang dirasakan tokoh cerita. 


Penutup

Sebuah buku yang menarik bagi saya. Dengan membaca buku ini saya mengetahui budaya Bugis. Tergambar bahwa karya tulis di Ketika Saatnya yang ditulis oleh Darmawati Majid ini menggambarkan tentang budaya patriarki yang ada di budaya Bugis. 

Semoga review bukunya bermanfaat ya. Sampai jumpa di review buku selanjutnya. 

43 komentar

  1. Ih kayaknya menarik nih bukunya mba. Duh emang minjem buku di ipusnas kudu sabar. Ada 1 buku yg aku mau pinjem tp belum kebagian. Udah dr lama pula antrinya.

    BalasHapus
  2. Saya suka nih sama novel fiksi yang ada unsur adat istiadatnya, jadi saat menyelami ceritanya, wawasan tentang daerah lain pun dapat kita ambil ya. Hmm jadi pengen baca ceritanya di iPusnas

    BalasHapus
  3. Akhir akhir ini lagi seneng baca cerita yang ada unsur budayanya. Ada rasa takjub kala memahami isi didalamnya. Next buku ini akan jadi bahan bacaan selanjutnya

    BalasHapus
  4. Salah satu cara mempertahankan adat dan budaya adalah dalam bentuk literasi ya Kak. Dibikin cerpen gini, secara langsung kita belajar banyak istilah budaya setempat. Wuiih...jadi pengen baca juga. Cari ah di iPusnas...

    BalasHapus
  5. Saya juga lebih senang kalo membaca buku tapi di dalamnya ada banya cerita. Apalagi ceritanya berdasarkan kisah nyata, ahhh auto nambah donh pengetahuan aku

    BalasHapus
  6. buku yang menarik , bahasannya juga anti maintream mengenai buaya patriarki yang mana aku pernah denger kalau di daerah Bugis sana masih kental sekali. Kadang aku mikir sampe sekarang, ternyata masih ada ya, dulu taunya waktu pelajaran sekolah.

    BalasHapus
  7. Buku yang menarik ya, jadi menggambarkan dan jadi tau budaya Bugis. Tergambar budaya patriarki yang ada di sana. Terimakasih reviewnya

    BalasHapus
  8. From Amir :

    Saya pikir ada-adat di daerah di luar Jawa itu memang masih kental ketimbang di Jawa. Sulawesi contohnya. Kadang adat istiadat bisa menghalangi suatu hal yang akan dilakukan, namun apa daya karena itu adat, mau tak mau harus dijalani.

    BalasHapus
  9. Baru aja mau nanya apa ada versi non-cetaknya, ternyata udah ada ya. Auto pinjem juga, baca cerita tentang kebudayaan suku lain tuh memang menarik banget sih.

    BalasHapus
  10. Wah, bukunya benar benar menarik sekali ya, kita jadi tau dan mengerti adat di Bugis itu seperti apa, terkadang adat itu bisa menghalangi suatu keinginan yang akan dilakukan, tapi ya mau bagaimana lagi adat istiadat memang harus di hormati dan di patuhi.

    BalasHapus
  11. Kalau kulihat sekilas di postingan ini, sepertinya khas tulisannya Ernest Hemingway ya. Sederhana, kehidupan sehari-hari, tapi memotret "kepedihan" dan "tragedi" harian yang dianggap biasa.

    BalasHapus
  12. Melalui kisah fiksi berlatarbelakang budaya, kita jadi tahu secara tersirat istilah-istilah di daerah tersebut. Jadinya pembaca ikut belajar budaya deh...

    BalasHapus
  13. Wih baca reviewnya bikin saya penasaran untuk baca cerita lengkapnya nih. Apalagi latar belakangnya adat budaya Bugis, dimana saya cukup akrab dengan itu sejak kecil. Rasanya bakalan betah bacanya. Sekaligus sebagai obat kangen kampung halaman.

    Cari juga ah di Ipunas. Tapi jujur aja sih, saya lebih suka baca versi cetak. Mudah-mudahan Masih kebagian

    BalasHapus
  14. Jadi penasaran juga dengan buku ini, Mba Dy. Saya juga suka baca buku yang bisa bawa pengetahuan baru dan nggak terlalu tebal. Wkwkwk, biar cepat selesai dan pindah bahan bacaan lainnya.

    BalasHapus
  15. Salah satu yang saya suka dari membaca adalah bisa mengetahui tentang keindahan serta kebudayaan suatu daerah yang mungkin tidak pernah saya akan lihat langsung. Jadi ikut penasaran tentang buku ini karena sepertinya saya belum pernah membaca tentang kebudayaan Sulawesi. Thanks Mbak Dy rekomendasi bukunya 😊

    BalasHapus
  16. Menarik sekali isi bukunya, selain menceritakan perempuan sebagai tokoh sentral dalam ceritanya, tetapi juga mengenalkan kebudayaan-kebudayaan yang berhubungan dengan Bugis. Jadi tambah kaya ya referensi pengetahuan tentang budaya Indonesia nya

    BalasHapus
  17. Saya sampe pegel kalau antri di ipusnas tuh ... Tapi penasaran pengen baca haha .. kayanya udah baca nih beberapa cerpen beliau, asik memang ya

    BalasHapus
  18. Mba Dy menuliskan review ini jg dgn sangat apik! Abis ini langsung cek ipusnas lah aku. 🥰

    BalasHapus
  19. Dulu ketika tinggal di Balikpapan saya sedikit banyak dengar cerita adat Bugis ketika hendak melangsungkan pernikahan. Btw, bukunya sudah bisa dipinjam secara online ya. Menarik nih mbak soalnya saya skrng lagi mengurangi buku fisik di rumah

    BalasHapus
  20. Aku pernah baca buku ini, tapi baru dua bab awal. Buku ini memang punya pesan budaya dan moral yang kuat ya, Kak. Apalagi di sini isu ynag diangkat secara spesifik adaah tentang perempuan. Jadi, tantangan tersendiri kalau udah menyangkut budaya ini.

    BalasHapus
  21. Kisah perempuan dalam ketika saatnya, pasti menarik untuk dibaca bagi kaum perempuan. Apalagi kalau SDH berujar tentang cinta dan kesetiaan yg jadi magnetik perhatian para kaum hawa. Budaya dan wanita memang selaku menarik untuk ditulis, ya, mba.

    BalasHapus
  22. Waah bukunya menarik banget, karena mengangkat cerita dengan latar budaya Bugis.
    Aku ini keturunan suku Bugis yang gak pernah tau budaya mereka dan gak pernah menginjakkan kaki ke tanah leluhur di sana 😄

    BalasHapus
  23. Semangat sekali saya pun mau meminjam buku ini dari ipusnas deh. Meski harus antri, ga apa. Secara penasaran sekali dengan budaya Bugis yg jadi layarnya. Sebelumnya ini saya baru saja selesai baca novel dengan kisah latar budaya Minang. Suntiang di Tanah Asing

    BalasHapus
  24. Dari sinopsis, buku ini sangat menarik untuk dibaca, sebagai laki-laki menurutku ini dapat menjadi salah satu sudut pandang berbeda yang dapat kutangkap untuk memahami bagaimana perempuan

    BalasHapus
  25. Penasaran ihhh, emang yha budaya patriarki masih kental di masyarakat kita. Membaca buku seperti ini emang bisa memberi insight banget bagaimana peremouan seharusnya. Jadi penasaran sama Coto Makassar yang judulnya panjang tuh gimana kelanjutan setelah suaminya pulang.

    BalasHapus
  26. Menarik ya bukunya. Gregetan nggak bacanya Mbak? Karena ceritanya seputar patriarki, biasanya saya geram sendiri melihat bagaimana perempuan diperlakukan di lingkungan patriarki. Tapi, bukunya juga menambah wawasan soal kebudayaan kita ya.

    BalasHapus
  27. Kayanya seru yah bukunya, nggak terlalu tebal lagi. Semoga yang lagi pinjam buku ini di ipusnas bisa cepat selesai bacanya biar aku bisa langsung dapat antrean :-D

    BalasHapus
  28. Kayanya seru yah bukunya, nggak terlalu tebal lagi. Semoga yang lagi pinjam buku ini di ipusnas bisa cepat selesai bacanya biar aku bisa langsung dapat antrean :-D

    BalasHapus
  29. Saya juga suku Bugis, jadi penasaran pingin baca bukunya. Karena sampai sekarang, tak ada secuil pun pemahaman kami tentang suku Bugis. 😩

    Maklum la! Sudah lama merantau dari kakek buyut kami.

    BalasHapus
  30. Indonesia dan kisah patriarkinya ini seperti sudah mendarah daging yaa..
    Tapi aku pikir hanya di Pulau Jawa, ternyata diluar pulau juga berlaku hal yang sama ya..
    Dan senang juga mendapat ulasan buku Ketika Saatnya dan kisah-kisah lainnya. Bisa ikutan baca dengan meminjam di iPusnas.

    BalasHapus
  31. Kisah-kisahnya menarik ya, Mbak, cuma isi bukunya mayoritas berkisar tentang perempuan yang tertindas. Kebanyakan buku cerita perempuan bertema seragam. Mudah-mudahan suatu saat nanti ada buku tentang perempuan tangguh yang tak melupakan kodratnya sebagai wanita.

    BalasHapus
  32. patriarkhi memang sudah mendarah daging

    salut dengan para penulis yg bisa menyajikan karya terbaik

    BalasHapus
  33. MasyaAllah buku yang indah banget kak, sangat menginspirasi bagi perempuan kak, pengen baca....

    BalasHapus
  34. Judulnya unik ya..sampai saya eja lagi, kalimatnya saya kira salah ketik ternyata benar...seunik isi dan jalan ceritanya nih. Senangnya setelah membaca jadi tahu budaya Bugis dan sistem patriarkinya, menambah wawasan pastinya.

    BalasHapus
  35. Jaman masih remaja cukup sering baca fiksi yang bercerita dengan latar budaya, seseru itu sih. Jadi tau budaya lain melalui bacaan, seakan ikut menyelami ke dalam bacaannya juga.

    BalasHapus
  36. Ada di Ipusnas ya, cuss lah mau baca juga. Sebenernya aku paling suka baca kumpulan cerita seperti ini karena masing-masing cerita pasti memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi suatu peristiwa. Apalagi ceritanya ada unsur daerah yang terkadang memiliki budaya unik, harus baca nih!

    BalasHapus
  37. Terharu .. perih.. pingin banget membaca langsung isi bukunya dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami

    BalasHapus
  38. Baca sinopsis beberapa ceritanya cukup buat nyess di hati juga. Cerita-cerita dengan aneka latar budaya ini selalu menarik untuk disimak ya. Menambah pengetahuan dan membuka wawasan juga tentang betapa beragamnya bangsa kita.

    BalasHapus
  39. wah saya jadi penasaran nih sama cerpen-cerpennya apalagi temanya tentang wanita. cus ah cari bukunya di ipusnas

    BalasHapus
  40. Baru baca reviewnya aja aku udah terharu mbak. Pengen banget langsung baca bukunya.

    BalasHapus
  41. judulnya menarik dan ternyata isinya lebih berbobot. mengusung isu patrairki yang katanya udah gak ada tapi nyatanya gak gitu kan ya. relate banget sama kehidupan segari-hari. jadi penasaran dengan cerita lainnya. di ipusnas masih tersediagak ya? auto nyari nih di aplikasi kesayangan, hehe

    BalasHapus
  42. Budaya patriarki sedikit banyak sepertinya masih menempel di masyarakat kita. Tapi, saya pribadi suka membaca cerita dengan latar budaya semacam ini. Sehingga saya bisa lebih tahu dan memiliki pengalaman tersendiri dari bacaan tersebut.

    BalasHapus
  43. Mulanya saya agak bingung dengan judul artikel ini. Namun ketika saya klik ternyata review buku hehehe.

    Membaca buku memang menyenangkan, terlebih bacaan yang memang memiliki value, pasti ada pembelajaran dan prespektif baru yang ditawarkan.

    Saya jadi penasaran dengan antologi cerpen tersebut. Terimakasih sudah merekomendasikan.

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel hingga akhir. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup.
Kritik dan saran membangun sangat dinanti.

Terima kasih